Rabu, 20 Februari 2013

TUJUAN PENGATURAN PEMBERIAN CAHAYA PADA TERNAK UNGGAS



Terdapat beberapa efek endokrin yang terjadi dari aksi sederhana dan langsung dari satu hormon. Aktifitas physiologis dari ayam, terutama yang betina, bergantung pada hubungan yang complex dari efek-efek kelenjer.
Sebagai contoh ialah pengaturan hormonal dari ovulasi dan pembentukan telur. Folicle Stimulating Hormon (FSH) yang berasal dari lobus anterior kelenjar pituitary menyebabkan pertumbuhan dari fillikel-follikel beserta ova didalamnya. Bila follicle telah mencapai besar, hormon “Leutinizing Hormon” ( LH ) dilepas dari kelenjer pituitary dan menyebabkan ovulasi.
Disamping itu oviduct juga berada dibawah pengaturan hormon dan dia distimulir pada waktu yang tepat untuk menangkap ovum yang di lepaskan waktu ovulasi.
Sekresi hormon dari fillikel bertanggung jawab untuk pembesaran oviduct sampai dapat berfungsi, untuk pemisahan tulang pubic, pembesaran vent, dan untuk mobilisasi timbunan-timbunan lemak untuk pembentukan kerang telur. Sekresi albumen berada dibawah kontrol satu hormon yang disekresikan oleh tenunan interstitel ovarium.
Pembentukan kerabang telur sebahagian berada dibawah kontrol hormon yang disekresikan oleh kelenjar parathyroid. Pada permulaan dan akhir pembentukan kerabang telur waktu sekresi dari hormon haruslah benar-benar tepat.
Pada akhirnya hormon yang dijumpai pada kelenjar pituitary bagian posterior tetapi disekresikan oleh sel-sel yang khusus dari hypothalamus akan bekerja pada waktu yang tepat, sehingga telur-telur yang telah terbentuk dikeluarkan.
Fungsi normal dari seluruh proses produksi telur semuanya tergantung pada penyesuaian serta syncronisasi yang tepat dari seluruh kejadian. Bila salah satu kelenjar mulai berfungsi secara tidak secara tidak normal ( menurut kehendaknya ) misal adanya penyerangan tumor dan tidak menunggu tanda yang tepat maka kemungkinan besar terbentuknya telur yang tidak normal, seperti telur tanpa kuning telur, kerabang telur yang lembek, telur dalam telur dua kuning telur dan sebagainya.
Waktu oviposition dapat dipengaruhi oleh pengaruh luar seperti menangkap atau memegang seekor petelur beberapa saat sebelum waktu bertelur yang normal terjadi akan dapat menunda oviposition yang cukup lama.
Gertakan dan pertumbuhan ovarium akan menghasilkan kenaikan produksi hormon-hormon ovarium yang cukup mengherankan sebab berlaku untuk kedua sex hormon jantan dan betina. Sex hormon jantan ( Androgen ) bertanggung jawab untuk keadaan merah dari pial serta jengger yang berlemak ( berlilin ) pada petelur yang normal. Sex hormon betina ( Estrogen ) mengontrol sifat-sifat kebetinaan yang sekunder seperti tatawarna bulu yang normal, tiadanya taji tingkah laku betina.
Disamping itu betelur dan ovalusi dapat terpengaruh oleh faktor luar dari cahaya terang atau gelap. Diketahui bahwa ovulasi terjadi ± 30 menit setelah bertelur. Tetapi jika peneluran terlambat sampai jam 4.00 sore, pelepasan ovum berikutnya, tidak akan terjadi kira-kira 10 – 12 jam kemudian, kecuali jika schedul cahaya normal untuk petelur telah disiapkan atau petelur tersebut dipelihara pada cahaya yang terus menerus dengan intensitas yang konstant selama 24 jam.
Jika cahaya digunakan sepanjang malam diperkirakan bahwa ayam akan bertelur pada siang dan malam hari tetapi hal ini tidak terjadi karena adanya perbedaan intensitas cahaya yang sangat jelas antara cahaya siang dan cahaya pada malam hari.
Kalau petelur-petelur dipelihara pada sangkar individual ( individual cage ) dalam suatu ruangan tanpa cahaya alam, dan secara terus menerus ( konstant ) diberi penerangan selama 24 jam,mereka akan bertelur setiap waktu dan akan menghasilkan sebahagian dari telurnya pada malam hari.
Petelur-petelur yang mendapat cahaya buatan dari jam 6 pagi – 6 sore ( 12 jam ) dan selama 12 jam lain tidak akan mendapat cahaya sama sekali, maka ayam-ayam akan bertelur pada siang siang hari. Bila schedul penyinaran dirobah yaitu dari jam 6 sore – 6 pagi dan pada siang hari tidak dapat cahaya sama sekali maka dalam waktu 3 hari, waktu bertelurnya berubah dan seluruh telurnya akan dikeluarkan pada malam hari.

Penggunaan Cahaya Buatan.

Cahaya buatan digunakan untuk mengontrol pertumbuhan dan kecepatan kedewasaan kelamin pullet sehingga tubuhnya sudah cukup besar untuk menghasilkan telur yang pertama sesuai yang diharapkan.
Suatu masalah yang praktis ialah bagaimana mengontrolumur dan berat pada sexual matuarity sehingga “egg layingperformance”nya akan menguntungkan secara komersial. Cara ini dapat diatasi dengan cara mengurangi panjangnya hari dan pemeliharaan ayam tersebut mulai pemeliharaan sampai saat bertelur. Panjangnya hari pada pemeliharaan anak-anak ayam secara lambat laun dikurangi hingga hanya kira-kira 6 jam dalam sehari padaa saat mana pullet telah berumur 5,5 – 6 bulan. Pada saat ini cahaya dinaikkan 14 – 16 jam/hari guna menstimulir produksi.
Untuk pelaksanaan ini akan membutuhkan kandang tertutup dimana semua cahay alam tak ada sama sekali, selama akhir periode grower.
Cahaya buatan dapat pula digunakan pada pullet yang tidak bertelur atau petelur tua untuk berproduksi pada waktu yang dikehendaki atau menunda produksi yang normal.
Cahaya buatan tambahan dapat di gunakan pada ayam ( unngas ) sebagai rangsangan disamping cahaya alam. Pengaruh akibat penambahan cahaya itu akan diperoleh 7 – 10 hari kemudian. Biasanya penggunaan cahaya tambahan ini dilakukan pada pagi hari, sore hari atau kombinasi keduanya guna melengkapi kebutuhan cahaya 13 – 14 jam dalam sehari.
Dalam gertakan cahaya akan mempunyai level intensitas tertentu sebab bertambah terangnya cahaya tidak berpengaruh terhadap kenaikan produksi telur yang lebih besar. Level intensitas cahaya 0,5 – 1 foot candle harus diberikan pada periode tergelap elama pemeliharaan ayam.
Cahaya merah lebih efektif dari pada cahaya biru, tapi walupun demikian cahaya putih dari bola lampu biasa mengandung cahaya merah yang cukup untuk mengadakan stimulus yamg memuaskan.
Anak ayam merlukan cahaya yang lebih banyak dari pada ayam tua. Setelah mencapai umur 4 minggu,ayam akan lebih baik pertumbuhannya apabila cahaya yang diberikan penuh lagi menjelang masak kelamin ( umur 20 – 22 minggu ). Cahaya yang diterima ayam dapat berupa cahaya buatan atau cahaya alam.
Cahaya sangat diperlukan dalam pemeliharaan ayam, karena memiliki arti penting berkaitan dengan proses pertumbuhan dan produksi ayam, yaitu sebagai berikut:
Proses Pertumbuhan
Keberadaan cahaya yang masuk kedalam ruangan memungkinkan ayam untuk mampu melihat lingkungan sekitar, terutama makanan dan air minum yang tersedia. Sehingga dengan demikian, keberadaan cahaya tersebut tentu saja akan meningkatkan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh ayam. Sementara, jumlah makan yang masuk kedalam tubuh (feed intake), juga berpengaruh besar terhadap proses produksi.

Proses Produksi Telur.
Pengaruh cahaya terhadap proses produksi telur adalah merangsang hormon reproduksi gonadotropin, dan proses ovulasi atau peneluran. Hal ini terjadi karena cahaya yang masuk kedalam ruangan diterima saraf pada mata ayam, yang kemudian menimbulkan rangsangan dalam mengahsilkan hormon yang sangat potensial dalam proses pembentukan telur.
Sejak umur 17 minggu, intensitas cahaya yang diterima harus ditingkatkan untuk merangsang alat reproduksi. Namun, peningkatan intensitas cahaya dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.      Jika matahari memancarkan cahaya kurang dari 10 jam/hari.
  1. Kandang terlalu lebar, sehingga sebagian ruangan terutama bagian tengahnya redup (kurang mendapatkan cahaya).
  2. Kondisi ayam memang masih memungkinkan untuk memberikan peningkatan produksi.
Pada saat ayam berumur 22 minggu, ayam tersebut memiliki potensi besar dalam memberikan peningkatan produksi. Oleh karena itu, lama pencahayaan dapat ditambah secara bertahap. Sehingga diusahakan dalam satu hari, ayam mendapat cahaya selama 12-13 jam. Selanjutnya, pencahayaan ini ditingkatkan atau ditambah hingga 1 jam dalam satu hari secara bertahap, hingga akhirnya diperoleh lama pencahayaan 16-17 jam dalam satu harinya.
Manajemen pengaturan cahaya sangat mempengaruhi proses integral dalam produksi telur. Pengaturan pemberian cahaya dalam manajemen ayam petelur dengan waktu 12 sampai 14 jam dalam satu hari yang terbagi menjadi waktu gelap dan waktu terang, mengingat ayam mempunyai sifat sangat sensitif terhadap waktu penyinaran. Waktu penyinaran ini mempengaruhi sifat mengeram, dewasa kelamin, periode bertelur, produksi telur dan tingkah laku sosial perkawinan (Nesheim et al., 1979).
Penerimaan cahaya pada ayam akan mengakibatkan rangsangan terhadap syaraf pada syaraf optik, yang dilanjutkan oleh syaraf reseptor ke hipothalamus untuk memproduksi hormone releasing factor (HRS). Hormone releasing factor selanjutnya merangsang pituitaria pars anterior untuk menghasilkan FSH dan LH. HRS juga merangsang pituitaria pars posterior untuk menghasilkan oksitosin (Nesheim et al., 1979).
Cahaya dapat didefinisikan sebagai suatu bagian dari spektrum gelombang elektromagnet yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya. Penelitian intensif pada ayam modern selama satu dekade terakhir mengindikasikan bahwa gelombang elektromagnet yang merupakan komponen cahaya dapat mempengaruhi fungsi fisiologis dari beberapa bagian dari otak besar, khususnya hypothalamus.
Adanya pencahayaan, baik pencahayaan alami (sinar matahari) maupun cahaya buatan (lampu) akan menstimulasi hipotalamus di otak. Selanjutnya, “sinyal” cahaya akan diteruskan ke kelenjar-kelenjar tubuh, seperti hipofisa, tiroid dan paratiroid untuk menstimulasi disekresikannya hormon.
Kelenjar hipofisa akan mensekresikan “folicle stimulating hormone (FSH)” atau hormon perangsang perkembangan sel ovum pada indung telur (ovarium). Hormon inilah yang sangat berperan penting untuk pembentukan sebutir telur. Adanya sinyal cahaya juga menstimulasi kelenjar tiroid mensekresikan hormon tiroksin yang berfungsi mengatur kecepatan metabolisme tubuh sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan.
Kelenjar paratiroid juga terstimulasi oleh adanya cahaya untuk mensekresikan hormon paratiroksin yang berperan dalam pengaturan metabolisme kalsium (Ca) dan fosfor (P). Setelah melihat fungsi dari adanya pencahayaan tersebut maka sudah selayaknya kita memberikan perhatian yang lebih pada program pencahayaan.
Beberapa hal yang selayaknya kita ketahui tentang program pencahayaan antara lain lama waktu pencahayaan, besarnya intensitas cahaya dan kapan pencahayaan tersebut dilakukan. Pada ayam petelur, lama waktu dan intensitas pencahayaan sangat dipengaruhi oleh fase atau umur produksi.
Pada masa starter diberikan pencahayaan dengan intensitas paling tinggi (20-40 lux) dan waktu paling lama (24 jam pada 1 minggu pertama). Tujuannya ialah mempermudah ayam mengenali tempat ransum dan air minum maupun untuk memacu pertumbuhan. Saat fase grower, program pencahayaan diberikan cahaya dalam waktu paling singkat (12 jam atau hanya dari cahaya matahari) dengan intensitas terendah (5-10 lux). Hal ini dimaksudkan untuk mengontrol perkembangan saluran reproduksi dan pencapaian berat badan yang optimal saat mulai berproduksi.
Lain halnya saat fase layer, lama (16 jam) dan intensitas pencahayaan (10-20 lux) berada diantara fase starter dan grower. Pada fase layer ini, adanya pencahayaan akan membantu proses pembentukan telur, pertumbuhan berat badan dan membantu metabolisme Ca dan P yang sangat diperlukan untuk pembentukan kerabang telur dan tulang. Jumlah lampu yang diperlukan untuk memperoleh intensitas yang dikehendaki dapat diketahui dengan rumus:
Berikut adalah perhitungan jumlah lampu yang dibutuhkan untuk luasan kandang dan jenis lampu tertentu.
∑ lampu = Luas kandang x Intensitas cahaya
Watt lampu x K faktor
K faktor merupakan konstanta yang nilainya tergantung daya lampu, yaitu :
Watt Lampu 15 25 40 60 100
K Faktor 3,8 4,2 4,2 5,0 6,0
Selain lama waktu dan intensitas pencahayaan, penentuan waktu untuk menambah atau mengurangi pencahayaan juga wajib diperhatikan oleh peternak. Dua hal penting tentang pencahayaan adalah jangan menambah jam terang selama masa pertumbuhan (fase grower) dan sebaliknya jangan mengurangi jam terang selama masa produksi. Jarak dan distribusi lampu juga harus diperhatikan. Jangan sampai jarak maupun intensitas lampu yang digunakan tidak sama. Jarak pemasangan lampu yang kurang baik, yaitu jarak antar satu lampu dengan lainnya tidak sama dapat mengakibatkan perbedaan intensitas cahaya.
Data penelitian menunjukkan adanya pengaruh pencahayaan terhadap performan produksi telur. Ibnu Katsir Amrullah (2003) menjelaskan bahwa ayam yang diberi pencahayaan selama 8 jam pada masa grower dan 14 jam pada masa layer mampu menghasilkan telur dalam jumlah lebih banyak (berbeda signifikan) meskipun berat telurnya sedikit lebih ringan.
Pemberian cahaya yang sama antara masa grower dan layer terbukti mempunyai produksi telur lebih rendah meskipun berat telurnya lebih besar. Namun pemberian cahaya secara terus-menerus (tanpa pengaturan) akan mengakibatkan ayam kurang peka rangsangan cahaya saat memasuki masa layer (produksi telur). Selain itu, pemberian cahaya yang kurang sesuai (terlalu lama) akan menyebabkan berat badan ayam lebih besar.
Dari penelitian Ibnu Katsir Amrullah (2003) juga diketahui bahwa ayam grower yang dipelihara dengan lama pencahayaan 14 jam terus-menerus mempunyai berat badan 60 gram lebih berat pada umur 19 minggu.
Penambahan cahaya juga dapat mempercepat dewasa kelamin (umur bertelur). Ibnu Katsir (2003) menyatakan jika penambahan cahaya dilakukan dua hari lebih awal maka ayam akan bertelur lebih cepat 1 hari. Namun perlu diingat, ayam yang terlalu cepat bertelur namun berat tubuhnya belum optimal akan menghasilkan telur dengan ukuran yang lebih kecil. Dan hal ini akan relatif sulit untuk diperbaiki karena saat mulai bertelur sampai puncak produksi (masa kritis), ayam harus mengalokasi ransum yang dikonsumsi untuk 2 proses penting, yaitu produksi telur (mencapai puncak) dan pertumbuhan (± 300 gram). Sama halnya jika terlalu gemuk, penambahan cahaya akan memicu terjadinya prolapse.
Melakukan kontrol berat badan secara ketat, program vaksinasi yang sesuai, pemberian ransum sesuai kebutuhan dan memberikan stimulasi cahaya menjadi langkah penting untuk tercapainya produksi yang optimal. Produksi telur tercapai, keuntungan pun tinggi

Penggolongan dan Fungsi Karbohidrat dalam Ruminansia



BAB I
PENDAHULUAN
Karbohidrat atau Hidrat  Arang  adalah  suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori. Walaupun lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak di konsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, terutama pada negara sedang berkembang. Di negara sedang berkembang karbohidrat dikonsumsi sekitar 70-80% dari total kalori, bahkan pada daerah-daerah miskin bisa mencapai 90%. Sedangkan pada negara maju karbohidrat dikonsumsi hanya sekitar 40-60%. Hal ini disebabkan sumber bahan makanan yang mengandung karbohidrat lebih murah harganya dibandingkan sumber bahan makanan kaya lemak maupun protein.
            Pada hewan dan manusia energi kimia karbohidrat disimpan dalam bentuk glikogen sedangkan pada tumbuhan dalam bentuk pati. Selain itu, karbohidrat dapat disimpan dalam bentuk selulosa, hemiselulosa, pektin, khitin, dan lignin yang merupakan kerangka makhluk hidup (misalnya; selulosa yang terdapat pada dinding sel hewan berperan sebagai komponen utama dinding sel tumbuhan, dan peptidoglikan terdapat di dinding sel bakteri).
Secara umum, karbohidrat digolongkan menjadi tiga yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Namun, seringkali oligosakarida digolongkan ke dalam polisakarida. Hal itulah yang melatarbelakangi dibuatnya makalah ini agar kita lebih mengetahui penggolongan dan fungsi karbohidrat dalam nutrisi ruminansia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGGOLONGAN  KARBOHIDRAT
1. MONOSAKARIDA
Monosakarida merupakan gula sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi menjadi bagian yang lebih kecil.Kebanyakan monosakarida rasanya manis, tidak berwarna, berupa kristal padat yang bebas larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut nonpolar. Monosakarida terdiri dari satu unit polihidrosi aldehida atau keton.
http://images.merthinbiogreen4ever.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SePqRwoKCqoAABBR6no1/D-glucose111-fischer.png?et=Omii4Wu9JWsYRqIvquATbQ&nmid=0Kerangka monosakarida berupa rantai karbon berikatan tunggal yang tidak bercabang. Satu diantara atom karbon berikatan ganda terhadap suatu atom oksigen, membentuk gugus karbonil; masing-masing atom karbon lainnya berikatan dengan gugus hidroksil. Berdasarkan gugus fungsi inilah monosakarida digolongkan menjadi dua jenis yaitu aldosa dan ketosa. Suatu monosakarida disebut aldosa jika gugus karbonilnya berada pada ujung rantai karbon, dan disebut ketosa jika gugus karbonnya berada pada tempat lain. Contoh monosakarida yang sering dijumpai adalah heksosa.


                                         


D-Glukosa, suatu aldoheksosa


http://images.merthinbiogreen4ever.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SePqlAoKCqoAAAtjs0o1/fructose.gif?et=1IpaSvo%2CSw6Vh7Jaqfe6ng&nmid=0
 






                                            D- Fruktosa, suatu ketoheksosa
Gambar 1. Contoh aldosa dan ketosa
Rumus umum monosakarida sesuai dengan nama karbohidrat yaitu (CH2O)n, di mana jumlah n sesuai dengan jumlah atom karbon yang dimiliki. Berdasarkan jumlah atom karbon tersebut, monosakarida dibagai menjadi beberapa bagian yaitu, triosa (C3H6O3), tetrosa (C4H8O4), pentosa (C5H12O5), heksosa (C6H12O6), dan heptosa (C7H12O7).
Sifat-Sifat Monosakarida
1. Reaksi dengan basa dan asam
Apabila glukosa dilarutkan ke dalam basa encer, beberapa jam kemudian dihasilkan campuran yang terdiri dari fruktosa, manosa, dan sebagian glukosa semula. Sedangkan, dalam basa encer, monosakarida sangat stabil, tetapi jika aldoheksosa dipanaskan dalam asam kuat, akan mengalami dehidrasi dan diperoleh bentuk hidroksimetil furtural. Dalam bentuk yang sama, pentose juga akan berubah menjadi bentuk furtural.


2. Gula pereduksi
Sebagian karbohidrat  bersifat gula pereduksi. Sifat gula pereduksi ini disebabkan adanya gugus aldehida dan gugus keton yang bebas, sehingga dapat mereduksi ion-ion logam. Gugus aldehida pada aldoheksosa mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat dalam pH netral oleh zat pengoksidasi atau enzim. Dalam zat pengoksidasi kuat, gugus aldehida dan gugus alkohol primer akan teroksidasi membentuk asam dikarboksilat atau asam ardalat. Gugus aldehida atau gugus keton monosakarida dapat direduksi secara secara kimia menjadi gula alkohol, misalnya D-sorbito yang berasal dari D-glukosa.
3. Pembentukan glikosida
Monosakarida dapat membentuk glikosida dan asetal. Jika gugus hidroksil pada sebuah molekul gula bereaksi dengan hidroksil dari hemiasetal atau hemiaketal molekul gula yang lain, maka akan terbentuk glikosida yang disebut disakarida. Ikatan ini dinamakan ikatan glikosida yang berfungsi untuk menghubungkan sejumlah besar unit monosakarida menjadi polisakarida.
4. Pembentukan ester
Semua monosakarida atau polisakarida dapat terasetilasi oleh asam asetat anhidrida yang berlebihan membentuk O-asetil-α-D-glukosa. Gugus asetil yang berikatan secara ester ini bisa dihidrolisis oleh asam atau basa. Sifat ini sering juga digunakan untuk penentuan struktur karbohidrat. Senyawa ester yang penting dalam dalam metabolisme adalah ester fosfat.


5. Fenilosazon dan Osazon
Monosakarida dapat bereaksi dengan larutan fenil hidrazin dalam suasana asam pada suhu 100oC, membentuk ozazon. Senyawa ini tidak larut dalam air dan mudah mengkristal. Glukosa, fruktosa, dan manosa akan menghasilkan fenolsazon yang sama, selanjutnya, akan terbentuk asazon yang berwarna, mengkristal secara khas, dan dapat digunakan untuk menentukan jenis karbohidrat.
Struktur Monosakarida
Struktur monosakarida ada yang ditulis dalam bentuk rantai lurus, ada pula dalam bentuk cincin. Monosakarida yang memiliki lima atau lebih atom karbonnya biasanya berada dalam struktur cincin, di mana gugus karbonil membentuk ikatan kovalen dengan atom oksigen dari gugus hidroksil pada atom karbon lainnya. 
Struktur cincin piranosa (turunan dari piran) terbentuk karena aldehida bereaksi dengan alkohol dan membentuk senyawa turunan yang disebut hemiasetal. Reaksi ini terjadi antara atom karbon aldehida no 1 dengan gugus hidroksil bebas pada atom karbon ke-5 sehingga terbentuk struktur cincin bersudut 6. Hanya aldosa yang memiliki 5 atau lebih atom karbon yang dapat membentuk cincin piranosa yang stabil. Ada pula reaksi yang membentuk cincin 5 sudut beranggotakan lima furan yang disebut furanosa. Pada ketoheksosa gugus hidroksil pada atom karbon 5 bereaksi dengan gugus karbonil pada atom karbon 2, membentuk cincin furanosa yang mengandung suatu ikatan hemiaketal. Penggambaran struktur piranosa dan furanosa karbohidrat biasanya dilakukan dengan menggunakan proyeksi Haworth. Pinggir cincin yang dekat dengan pembaca ditulis lebih tebal. Cincin piranosa terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk kapal dan bentuk kursi. Bentuk yang paling umum adalah bentuk kursi karena bentuk ini lebih stabil daripada bentuk kapal.
http://images.merthinbiogreen4ever.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SePq1goKCqoAABBX8Mo1/D-glucose-fischer.png?et=YRyjNtM9QEMLBhiqv477sw&nmid=0
                                        







D-Glucose, Fischer projection
http://images.merthinbiogreen4ever.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SePrOAoKCqoAACyjGKM1/beta-D-glucopyranose-haworth.png?et=LnhDvDjI%2CPZe5qVjHVeLAg&nmid=0
                                    





β-D-glucopyranose, Haworth projection


http://images.merthinbiogreen4ever.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SePrDgoKCqoAADHKSQg1/beta-D-glucopyranose-cyclohexane.png?et=hqnOJWb9JLluVFsbTGNCRg&nmid=0
 








                                          β-D-glucopyranose, bentuk kapal.
Gambar 2. Contoh pembentukan struktur
2. OLIGOSAKARIDA
            Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida. Sehingga oligosakarida dapat berupa disakarida, trisakarida dan lainnya. Oligosakarida secara eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa polisakarida dan hanya beberapa oligosakarida yang secara alami terdapat di alam. Oligosakarida yang paling banyak digunakan dan terdapat di alam adalah bentuk disakarida seperti maltosa, laktosa dan sukrosa.
Disakarida
Disakarida merupakan gabungan dua unit monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Ikatan ini disebut ikatan glikosida yang dibentuk jika gugus hidroksil pada salah satu gula bereaksi dengan karbon anomer pada gula yang kedua. Disakarida yang banyak ditemukan di alam yaitu laktosa, sukrosa, dan maltosa.
a. Laktosa
bagan 14.14
Laktosa sering juga disebut gula susu karena hanya terdapat dalam susu. Bila dihidrolisis, laktosa akan menghasilkan D-galaktosa dan D-glukosa. Laktosa memiliki satu atom karbon hemiasetal dan mempunyai gugus karbonil yang berpotensi bebas pada residu glukosa sehingga laktosa termasuk disakarida pereduksi.
b. Sukrosa
bagan 14.13
Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang terdiri dari glukosa dan fruktosa. Sukrosa bukan merupakan gula pereduksi karena sukrosa tidak mempunyai atom karbon hemiasetal dan hemiaketal. Sukrosa tidak memilliki atom karbon monomer bebas karena karbon anomer glukosa dan fruktosa berikatan satu dengan yang lain. Sukrosa juga mudah dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Sumber-sumber sukrosa yang terdapat di alam antara lain: tebu (100% mengandung sukrosa), bit, gula nira (50%), dan jelly.
c. Maltosa
bagan 14.12
Maltosa merupakan disakarida yang paling sederhana. Maltosa terdiri dari dua residu D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Sebuah molekul glukosa dihubungkan melalui atom karbonnya yang pertama dengan gugus hidroksil atom karbon keempat pada molekul glukosa yang lainnya. Kedua residu glukosa tersebut berada dalam bentuk piranosa. Maltosa memilliki gugus karbonil yang berpotensi bebas yang dapat dioksidasi, sehingga maltosa mempunyai sifat gula pereduksi. Di dalam tubuh, maltosa didapat dari hasil pemecahan amilum yang lebih mudah dicerna. Maltosa banyak terdapat kecambah, susu dan pada serealia, misalnya beras.
3. POLISAKARIDA
Polisakarida adalah senyawa karbohidrat kompleks. Bila dihidrolisis, polisakarida akan menghasilkan banyak unit monosakarida. Polisakarida terdiri atas dua jenis yaitu homopolisakarida (mengandung hanya satu jenis unit monomer) danheteropolisakarida (mengandung dua atau lebih jenis unit monosakarida yang berbeda). Polisakarida biasanya tidak berasa, tidak larut dalam air, dan memiliki berat molekul yang tinggi. Contoh homopolisakarida adalah pati yang hanya mengandung unit-unit D-glukosa, sedangkan asam hialuronat pada jaringan pengikat mengandung residu dari dua jenis unit gula secara berganti-ganti merupakan contoh dari heteropolisakarida.
Fungsi Polisakarida
Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpan bagi monosakarida dan yang lainnya berfungsi sebagai unsur struktural di dalam dinding sel dan jaringan pengikat. Glikogen dan pati merupakan polisakarida simpanan yang terdapat pada tumbuhan dan manusia sedangkan selulosa merupakan polisakarida strukural yang berfungsi sebagai tulang semu bagi tumbuhan. Pati dan glikogen  dihidrolisa di dalam saluran pencernaan oleh amilase, sedangkan selulosa tidak dapat dicerna. Namun, selulosa mempunyai peran penting bagi manusia karena merupakan sumber serat dalam makanan manusia.

Jenis-jenis Polisakarida
a. Pati
Pati adalah polisakarisa simpanan yang terdapat pada tumbuhan. Hampir semua sel tanaman mampu menghasilkan pati.Pati banyak terdapat dalam golongan umbi seperi kentang dan pada biji-bijian seperti jagung. Pati mengandung dua jenis polimer glukosa yaitu, α-amilasi (amilosa) dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida linear dari rantai unit-unit D-glukosa yang panjang, tidak bercabang yang dihubungkan oleh ikatan α (1-4)-glukosida dengan berat molekul yang bervariasi. Amilopektin memiliki berat molekul yang tinggi, memiliki banyak cabang, yang terdiri dari beberapa unit glukosa berantai lurus. Unit tersebut dihubungkan oleh ikatan glikosidik pada ikatan α (1-4) tetapi titik percabangannya merupakan ikatan α (1-6). Amilosa memberi warna biru dengan adanya iodium sedangkan amilopektin akan menghasilkan warna jingga sampai merah bila ditambahkan larutan iodium.
b. Glukogen
Glikogen adalah polisakarisa simpanan pada hewan dan manusia. Strukturnya serupa dengan amilopektin, namun jumlah percabangannya lebih banyak. Glikogen bercabang dari D-glukosa dalam ikatan α (1-4) dan ikatan pada percabangannya adalah α (1-6). Glikogen banyak diemukan di dalam hati dan urat daging.
c. Selulosa
Selulosa atau polisakarida struktur adalah polisakarida yang banyak terdapat dalam tumbuhan, terutama pada bagian dinding sel. Selulosa berfungsi untuk menjaga strukur sel tersebut. Selulosa berupa rantai lurus homopolisakarida yang disusun oleh unit-unit D-glikopiranosa melalui ikatan β (1-4)-glikosida. Selulosa tidak dapat dipecahkan oleh α atau β-amilase dan tidak dapat dicerna oleh vertebrata kecuali oleh hewan ruminan (seperti sapi, kambing, dan domba) yang mengandung bakteri penghasil selulosa. Bakteri selulosa ini dapat memecahkan selulosa menjadi D-glukosa sehingga dapat digunakan sebagai makanan pada organisme tingkat tinggi lainnya.
B. FUNGSI KARBOHIDRAT
1. Sumber energi
Karbohidrat merupakan sumber energi terbesar bagi tubuh. Satu karbohidrat menghasilkan 4 kilokalori. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagiannya disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian lagi diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak.
2. Pemberi rasa manis pada makanan
Karbohidrat, khususnya monosakarida dan disakarida berfungsi untuk memberi rasa manis pada makanan. Fruktosa merupakan gula yang paling manis.
3. Penghemat protein
Jika karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein tersebut tidak lagi berfungsi sebagai zat pembangun. Sebaliknya, bila karbohidrat makanan mencukupi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun.
4. Pengatur metabolisme lemak
Karbohidrat dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak yang tidak sempurna sehingga dapat menghasilkan bahan-bahan keton berupa asam asetoasetat, aseton, dan asam beta-hidroksi-butirat. Bahan-bahan tersebut dibentuk dalam hati dan dikeluarkan melalui urine dengan mengikat basa berupa ion natrium. Proses pengeluaran ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan natrium dan dehidrasi, serta pH cairan tubuh menurun. Keadaan ini menimbulkan ketosis atau asidosis yang dapat merugikan tubuh. Oleh karena itu, kita membutuhkan karbohidrat antara 50-100 gram perhari untuk mencegah ketosis.
5. Membantu pengeluaran feses
Karbohidrat membantu pengeluaran feses dengan mengatur peristaltik usus dan memberi bentuk pada feses.  Selulosa dalam makanan mengatur peristaltik usus, sedangkan hemiselulosa dan pektin mampu menyerap banyak air dalam usus besar sehingga memberi bentuk pada sisa makanan yang akan dikeluarkan.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·         Karbohidrat digolongkan menjadi 3 yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida
·         Fungsi karbohidrat adalah sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolism lemak dan membantu pengeluaran feses
Saran
            Sebaiknya konsumsi karbohidrat di imbangi dengan konsumsi protein, lemak, vitamin dan mineral karena karbohidrat yang berlebih dalam tubuh ternak juga akan menyebabkan gangguan kesehatan pada ruminansia.










                                                                          
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Karbohidrat. http://merthinbiogreen4ever.multiply.com (Diakses 8 Desember 2012)

Almatsier, S. (2005). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Girindra, A. (1993). Biokimia 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lehninger. 1992. Dasar-dasar biokimia jilid 1 [Principles of Biochemistry].  Jakarta: Erlangga. (Original work published: Worh Publisher).

Nursanyo, H., dkk. (1992). Ilmu Gizi :zat gizi utama. Jakarta: Golden terayon Press.













                                                                                                       



Mata Kuliah  :  Nutrisi Ruminansia


Penggolongan dan Fungsi Karbohidrat
dalam Ruminansia



unhas_logo.png



KELOMPOK I

                        Makhmud yunus                            i211 07 015
                        Muh. Adam saputra                    i211 08 282
                        Yasri priatna                               i211 09 256
                        Dedi sahirul alam                      i211 09 257
                        Fardil                                              i211 09 270
                        Jumatriatikah h                         i211 10 001
                        M fadhlirrahman latief         i211 10 002
                        Faridah                                           i211 10 003
                        Dian ramadhani z                       I211 10 004
                        Windawati. Alwi                          i211 10 005
                                   
                                   
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012